Oleh Profesor Laila Nazirah*
TANTANGAN berat pemuliaan tanaman di era modern adalah menjaga sumber tanaman lokal. Karena tanaman-tanaman ini menyimpan keragaman genetik yang bisa menjadi kunci dalam menjawab berbagai tantangan pertanian modern, termasuk perubahan iklim, ketahanan pangan, dan kedaulatan benih. Pemuliaan tanaman lokal merupakan salah satu strategi penting dalam menjaga keanekaragaman hayati, memperkuat ketahanan pangan, dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Namun, terdapat berbagai tantangan seperti keterbatasan penelitian, dana, regulasi, dan adopsi di lapangan.
Karakter agronomi, adaptasi tanaman lokal terhadap stres abiotik, dan potensi plasma nutfah padi lokal Aceh memiliki potensi besar dalam pemuliaan. Sejumlah riset menunjukkan variasi agronomi dan adaptasi terhadap stres abiotik, yang jika dikembangkan dengan metode pemuliaan tepat, dapat menghasilkan varietas lokal unggul. Namun, tantangan seperti fasilitas, regulasi, adopsi petani, dan perubahan lingkungan harus ditangani agar potensi ini bisa diwujudkan.
Ada sejumlah hal penting terkait pemuliaan tanaman lokal. Pertama, variasi genetik dan ragam genetik. Varietas berbeda menunjukkan respons yang berbeda terhadap perlakuan (pupuk, mikoriza, pengolahan tanah, dan lain-lain). Misalnya varietas Sikuneng menunjukkan performa tinggi dalam banyak umur tanam. Hal ini menunjukkan potensi seleksi varietas lokal berdasarkan kinerja genetik mereka.
Kedua, Adaptasi terhadap stres abiotik (kekeringan). Varietas toleran menunjukkan ciri adaptif seperti akar panjang, kandungan prolin yang tinggi, dan kemampuan interaksi dengan mikoriza. Ini penting karena kekeringan dan perubahan iklim menjadi tantangan besar ke depan.
Ketiga, pengaruh lingkungan tumbuh dan interaksi genotipe dan perlakuan. Perlakuan seperti pupuk nitrogen, pemupukan majemuk, dan mikoriza memperlihatkan interaksi dengan varietas tanaman. Artinya, varietas lokal mungkin memerlukan perlakuan yang disesuaikan agar bisa optimal.
Tapi upaya hal ini juga memiliki banyak tantangan. Di antaranya adalah keterbatasan fasilitas penelitian. Pemuliaan memerlukan laboratorium, fasilitas uji (lapangan, pengolahan tanah, pupuk, mikoriza) dan infrastruktur pendukung untuk uji lapangan dan uji stres abiotik secara sistematis.
Hal ini juga membutuhkan pendanaan dan dukungan regulasi. Sehingga setiap upaya mendapatkan dana memadai. Dan selama ini, urusan pendanaan untuk proyek pemuliaan yang panjang tidak mudah.
Selain itu regulasi mengenai sertifikasi benih lokal, hak kekayaan intelektual varietas lokal seringkali mempersulit distribusi benih lokal unggul. Hal lain adalah skala adopsi di petani. Varietas yang berhasil di penelitian belum tentu cepat diadopsi petani karena masalah akses benih, kepercayaan, harga, dan adaptasi ke praktik lokal petani.
Tantangan lain dalam adalah perubahan iklim dan tekanan lingkungan. Stres seperti kekeringan, suhu ekstrem, kekurangan hara, serangan hama/penyakit memberi tekanan tambahan. Tanaman lokal punya potensi adaptasi, tapi perlu pemuliaan dan evaluasi terhadap stres nyata di lapangan.
Karena itulah dibutuhkan kerja sama banyak pihak. Kolaborasi antara peneliti, pemerintah, lembaga pemberi dana, swasta, dan petani penting untuk membawa hasil penelitian ke fase implementasi.
Dengan demikian menjaga sumber tanaman lokal adalah investasi jangka panjang untuk keberlanjutan pangan dan ekologi. Di era modern dengan tekanan perubahan iklim, degradasi lahan, dan globalisasi benih, tanaman lokal menjadi harapan masa depan. Namun tanpa pemuliaan yang terarah dan dukungan kebijakan, potensi itu akan hilang bersama waktu.***